Thursday, May 02, 2013

Musashi


Title: Musashi
Original Title: 宮本武蔵 Miyamoto Musashi
Author: Eiji Yoshikawa
Publisher: Gramedia Pustaka Utama  (2001)
ISBN: 9789796556038
Pages: 1247 pages (Hardcover Ed.)
Original Published Date: 1935



Cuplikan dari sinopsis:
Miyamoto Musashi adalah anak desa yang bercita-cita menjadi samurai sejati. Di tahun 1600 yang penuh pergolakan itu. ia menceburkan diri ke dalam Pertempuran Sekigahara tanpa menyadari betul apa yang diperbuatnya. Setelah pertempuran berakhir, ia mendapati dirinya terbaring kalah dan terluka di tengah ribuan mayat yang bergelimpangan. Dalam perjalanan pulang, ia melakukan tindakan gegabah yang membuatnya menjadi buronan - hingga seorang pendeta Zen berhasil menaklukkannya.

Yaayyy.... akhirnya buku bantal ini selesai juga. Sebenarnya buku (pinjeman) ini dijadwalkan untuk dibaca selama setahun (sekitar 100-an halaman sebulan), tapi setelah sampai di buku 4, di saat Sasaki Kojiro-nya sudah muncul, eh kok malah keterusaaaaan bacanya. Yah, jadinya di awal bulan Mei ini setoran ripiunya sudah bisa ditulisken. Oiya, ini jadi bagian dari Yoshikawa Reading Challenge yang diadakan oleh Mas Tezar di blog-nya.

Dua Jalan
Musashi vs Matahachi
Kisah dibuka dengan seting akhir Pertempuran Sekigahara. Shimmen Takezo dan Honiden Matahachi, dua sahabat berasal dari kampung yang sama di daerah Miyamoto bertemu dengan pasangan ibu dan anak gadisnya, Oko dan Akemi, yang kemudian berpengaruh sangat besar pada jalan hidup keduanya. Matahachi memilih jalan kesenangan duniawi dan minggat bersama Oko, sedangkan Takezo, dengan sisa-sisa sifat heroiknya yang masih ada, memilih pulang kampung, meski di sana ia harus berhadapan
Pohon Kriptomeria
dengan Osugi, ibu Matahachi yang beranggapan bahwa Takezo-lah yang membuat anaknya jadi durhaka, dan juga Otsu, tunangan Matahachi yang merana ditinggalkan sang kekasih begitu saja. Selain itu, tuduhan menjadi desertir perang, dan karena sifatnya yang mudah naik darah membuatnya tak sengaja membunuh beberapa samurai penjaga, juga tersemat pada Takezo. Untunglah, dengan bantuan Otsu, kemudian ia bertemu dengan seorang pendeta Zen bernama Takuan, yang memberinya pencerahan dan perkenalan pada jalan pedang sejati sembari mengikatnya di sebatang pohon Kriptomeria. Kemudian, setelah dikurung dalam kamar isolasi selama tiga tahun, Takezo diampuni oleh sang Daimyo pemilik benteng bahkan dianugerahi nama baru: Miyamoto Musashi. Meski ditawari jabatan, Musashi memilih untuk mengembara dan terus mengasah jalan pedangnya. Satu pelajaran dari Takuan yang selalu mengiringinya adalah, sebagai Samurai ia memang harus tidak takut mati untuk menjunjung kehormatannya, namun sebagai manusia, ia juga harus menjunjung tinggi hidupnya, tidak boleh mati sia-sia.

Sepanjang kisah ini, perbedaan nilai hidup Musashi dan Matahachi selalu dikedepankan. Sementara Musashi selalu sibuk mendisiplinkan diri, belajar dari semua hal yang dilewatinya, menelan pahitnya tuduhan dan fitnah Osugi (sebel banget nih sama si nenek sangar, bukannya ngurusin anaknya sendiri, eh malah ngejar-ngejar Musashi), menguji kesetiaan cintanya pada Otsu, dst... Matahachi lebih sering memilih jalan yang mudah, menipu, merendahkan diri, bahkan di paruh akhir kisah, sempat ditipu untuk menjadi agen pemberontak demi imbalan 40 keping uang emas. Meski demikian, tampaknya Yoshikawa Sensei masih berpendapat bahwa jalan pertobatan masih terbuka kapanpun diinginkan. dengan bantuan Takuan dan seorang pendeta bernama Gudo (yang juga memberi pencerahan untuk kesempurnaan ilmu pedang Musashi), Matahachi akhirnya menemukan jalan kehidupannya sendiri.

Musashi vs Kojiro
Sasaki Kojiro adalah seorang jenius ilmu pedang, yang telah menyempurnakan ilmunya saat masih sangat muda. Mulai saat kemunculannya di akhir buku 3, jalan hidup Kojiro dan Musashi saling berbelit hingga puncaknya saat duel keduanya di akhir kisah ini. Kojiro sendiri, sebenarnya bukan tokoh yang buruk, hanya saja ia sedikit sombong dan bertipe birokrat politikus. Sangat pandai berkata-kata dan memanipulasi orang demi kepentingannya. Bahkan saya juga sering terbawa kesopanan dan keanggunan-nya membawa diri sehingga bersimpati kepadanya, apalagi saat menyadari, ternyata ia sungguh-sungguh menyukai Akemi (kasihan...kasihan....)

Dua Murid
Jotaro vs Iori
Dikisahkan di novel bantal ini, bahwa Musashi memiliki dua orang murid, Jotaro dan Iori (ada juga  Gonnosuke yang juga menganggap Musashi sebagai gurunya, meski ia kemudian mengembangkan gaya pertarungannya sendiri). Walaupun banyak mengisahkan tentang jalan hidup keduanya, tapi dari sudut pandang Musashi sendiri dapat juga dilihat sebagai penilaian kesiapannya untuk menjadi seorang Guru. Saat ia bersedia mengambil Jotaro sebagai murid, meskipun ilmu pedangnya sudah sangat hebat, sebagai manusia bisa dibilang ia masih setengah matang (dan sering galau!). Jadi, selama perjalanannya dengan Jotaro, mereka berdua masih sama-sama belajar, dan akibatnya Jotaro sering terperosok dalam kesialan dan sempat juga dimanfaatkan oleh para pemberontak. Sedangkan saat bertemu Iori, ia sudah lebih siap mental, dan mengerti pemanfaatan jalan pedang secara lebih menyeluruh. Hasilnya, latihan kedisplinan dan nilai-nilai seorang Samurai lebih terasa pada Iori (meskipun sifat Iori yang lebih serius dibandingkan keliaran Jotaro juga berpengaruh sih).

Dua Wanita
Otsu vs Osugi
Ini adalah kedua wanita yang dikecewakan Matahachi saat ia kabur bersama Oko. Satu adalah tunangannya, yang lain adalah ibunya. Namun keduanya bereaksi sangat berbeda terhadap si pembawa kabar buruk. Osugi bersumpah mengalahkan Takezo yang telah mempermalukan putranya, sedangkan Otsu pasrah menerimanya. Karakter Osugi ini benar-benar nenek-nenek menakutkan mengagumkan yang semangatnya tak terkalahkan waktu dan usia. Walaupun melihat Musashi dari sudut pandangnya sendiri yang super cupet, namun tidak bisa tidak, kegigihannya tak tertandingi. Sayangnya, dari segi cerita, bisa dikatakan setengah nasib buruk Musashi disebabkan oleh cerita kesalahan Musashi versi Osugi. Jadi super bete, kalau si nenek ini sudah muncul.Ending untuk karakter ini dibuat lumayan lunak menurut saya. *penginnya tuh, si nenek mendapat kesialan beruntun-runtun-runtun, supaya sebanding dengan penderitaan Musashi selama ini* :p
Di sisi lain, Otsu adalah karakter cewek super feminin -namun tidak kalah gigih- yang rela berkorban apapun  cintanya pada Musashi. Setelah diputuskan pertunangannya secara sepihak oleh Matahachi, perlahan-lahan hatinya berpindah ke Musashi, dan ia rela menunggu bertahun-tahun saat Musashi lebih memilih disiplin diri dan jalan pedang. Akhir kisah cinta keduanya dibuat menggantung oleh Yoshikawa Sensei, meskipun mungkin lebih baik begitu, daripada dapet sedihnya kalau dijelaskan lebih lanjut *mewek*

Otsu vs Akemi
Ada Otsu, adapula Akemi. Keduanya mendambakan Musashi, meskipun banyak pula yang menginginkan mereka. Pada Otsu, selain Matahachi, ada Aoki Tanzaemon dan Yagyu Hyogo. Pada Akemi, selain cinta tak kesampaian Sasaki Kojiro, adapula Yoshioka Seijuro dan tentu saja si sableng Matahachi. Walau kehidupan mereka sangat berbeda, saya merasa jalan yang mereka tempuh sama tragisnya.

Dua Pedang
Miyamoto Musashi in his prime, wielding twobokken.
Woodblock print by Utagawa Kuniyoshi

Niten'ichi Ryu (kanji 二天一 berarti dua langit menjadi satu)  secara harafiah berarti, "Dua Langit, Satu Perguruan", meski dapat juga berarti "Dua pedang, Satu Semangat", atau "Dua Pedang, Satu Gaya". Hal ini mengacu pada gaya bertempur Musashi yang menggunakan pedang di masing-masing tangannya. Ia berpendapat bahwa kedua tangan memiliki fungsinya masing-masing dan harus bergerak dalam satu kesatuan dan jiwa. Meskipun sering menggunakan 2 pedang sekaligus dalam pertempuran, gaya ini baru disempurnakannya saat bertemu Pendeta Gudo, yang intinya mengajarkan bahwa sebagai manusia ia harus menjadi utuh, lingkaran sempurna, pedangnya harus menyatu dengan semangatnya.

Di akhir kisah, setelah duelnya dengan Kojiro, Musashi berpendapat bahwa ia lebih mendalami jiwa semangat seorang Samurai sedangkan Kojiro lebih mendalami jiwa ilmu dan kecakapan. Keduanya sama hebatnya, sama pentingnya, hanya saja, di titik yang paling menentukan, semangat dan motivasi sedikit lebih unggul daripada kepandaian semata (tapi menurut saya sih, keinginan untuk tetap hidup dari seorang Musashi lebih berpengaruh daripada keinginan untuk menang dari seorang Sasaki Kojiro) *tiba-tiba terbayang pelm Negeri Lima Menara, saat Pak Gurunya bilang Manjadda wajada sambil menggolok kayu* *eh, apa hubungannya? ya gitu deh, pokoknya.... *
Gaya 2 pedang dan semangat samurai ini kemudian menjadi dasar gaya Niten'ichi Ryu, perguruan pedang Musashi di kemudian hari.


Mengenai bukunya sendiri, setelah berlambat-lambat di buku 1 dan 2, dari buku 3 mulai seru dan beralur cepat, bernas dan memukau. Hanya saja menjelang akhir-akhir, terasa beberapa hal dipadatkan dan terlalu melompat-lompat (seperti karakter Pendeta Gudo yang seperti tiba-tiba muncul dari antah berantah lalu hilang lagi begitu saja, Jotaro yang tiba-tiba sudah jadi Samurai, atau Osugi yang tiba-tiba saja dengan mudah sadar total). Duel finalnya juga setingnya seperti dipaksakan, tidak mengalir dan detail seperti di pertengahan kisah, saat Musashi berkali-kali melawan Perguruan Yoshioka atau pengikut-pengikutnya Tuan Yagyu Sekishusai. Tampaknya 1247 halaman ini memang kuraaaaaaang, encore... encore...... 

Untuk adegan yang paling memorable adalah saat Musashi ditantang oleh sejumlah orang (gak penting) di sebuah penginapan. Bukannya berangasan menanggapi tantangan dan ejekan mereka, ia malah dengan santainya meneruskan makan soba sambil sumpitnya menjentik-jentik sesuatu. Keheranan para penantang tersebut berubah menjadi ketakutan saat menyadari bahwa Musashi sedang menangkapi lalat satu per satu hanya dengan menjentikan sumpitnya. Musashi mencapai tingkat memenangkan pertempuran tanpa harus sungguh-sungguh berkelahi. Awesome! *waktu baca ini, teringat Mr. Miyagi-nya Karate Kid yang juga berusaha nangkep lalat pake sumpit, huihihihi....* *Karate Kid?? ketahuan umurnya tuh!*

Sedangkan endingnya sendiri, bisa dibilang khas Eiji Yoshikawa, sedikit menggantung, menghilangkan kisah-kisah tragis di latar belakang.



Rambling lain-lain lagi:
Waktu di serinya Michael Scott The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel #3 itu Scatach ketemu Niten yang katanya Samurai terbaik sepanjang masa. Eh bodohnya saya, baru nyadar sekarang kalo itu mangsutnya ya si Musashi ini.... *waaah..., Musashi jadi Immortal*

Shrike on a Dead Branch,
by Miyamoto Musashi
Gorin No Sho
Buku Musashi ini dibagi menjadi 7 buku, 5 di antaranya mengacu pada tulisan karya Musashi sendiri yang diberi judul Gorin no Sho (五輪書) -- Buku/Tulisan tentang 5 kesatuan (The Book of Five Rings) yaitu, The Book of Earth (Tanah), The Book of Water (Air), The Book of Fire (Api), The Book of Wind (karakter kanji 風 dapat berarti "Angin" dan "Gaya") dan The Book of the Void (Langit atau Kehampaan). Sedangkan buku keenam dan ketujuh, oleh Yoshikawa Sensei diberi judul Matahari dan Bulan dan Cahaya Sempurna.

Dalam bukunya, Musashi menjabarkan tentang teknik pedangnya, serta semangat samurainya. Buku ini ternyata masih sering digunakan dan diterjemahkan bukan hanya untuk penggemar seni bela diri, tetapi juga untuk khalayak luas, misalnya untuk pelaku bisnis dalam mengelola konflik dan mempelajari filosofi disiplin dan motivasinya. *asli baru tahu*

Lukisan dan Patung
Di buku ini, diceritakan Musashi mengambil jalan-jalan lain selain jalan pedang untuk mendisplinkan diri, seperi mengukir patung dan melukis. Ternyata, hasil lukisan asli Musashi masih ada sampai sekarang, salah satunya ya yang di sebelah itu. Lukisan ini sangat mengingatkan pada deskripsi lukisan di buku, yang diberikannya pada Kobayashi, si pedagang yang sempat mengasuh Iori dan menampung Musashi sebelum duelnya dengan Kojiro.



Additional source & further reading:
http://en.wikipedia.org/wiki/Miyamoto_Musashi
http://en.wikipedia.org/wiki/Musashi_(novel)
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Book_of_Five_Rings
http://en.wikipedia.org/wiki/Cryptomeria

2 comments:

Lila Podungge said...

Wuiiihhh.... Sangaaarrr... Sudah selesai baca and ripiunyaaaa????? hastagah... kau masih nganggur ya, cyn? Duuhh....

eh, lupa, standing ovationnn... plok plok plok....

Cindy said...

kerja lemburan berhari-hari :p